HUMANIORA – (14/7/2025) Kunci kesuksesan hidup terletak pada kemampuan seseorang dalam mengelola potensi dirinya—syahwat, amarah, dan ilmu. Pesan moral dan spiritual ini disampaikan Dekan Fakultas Humaniora, Dr. M. Faisol, saat memberikan sambutan yang menggugah dalam prosesi Yudisium Semester Genap Tahun Akademik 2024/2025, Senin (14/7), di ruang Teater Lantai 3 Fakultas Humaniora. Lebih dari sekadar seremoni akademik, momen tersebut menjadi ruang perenungan mendalam bagi para calon wisudawan dalam menapaki perjalanan hidup selanjutnya.
Baca juga:
- Naufal Ardiansyah: Dunia Jurnalistik, Lapangan yang Terbuka Lebar
- 231 Mahasiswa Humaniora UIN Malang Resmi Yudisium, Siap Mengabdi untuk Negeri
“Amarah dan syahwat adalah bagian dari fitrah manusia. Ia bukan untuk dihapus, tetapi untuk dikelola. Jika diarahkan dengan benar dan dituntun oleh ilmu, maka keduanya bisa menjadi energi besar yang membangun, bukan merusak,” tutur Dr. Faisol di hadapan para lulusan.
Lebih lanjut, dengan mengutip pendapat Imam Al-Ghazali dalam kitab Kimya’ Al-Sa’adah, Dr. Faisol menegaskan bahwa dalam diri manusia terdapat dua potensi dominan—syahwat dan amarah—yang, jika tidak dikendalikan, dapat membawa seseorang pada kehancuran. Namun sebaliknya, bila keduanya dikelola secara sadar dan berbasis ilmu, maka akan lahir pribadi-pribadi unggul yang mampu memberi manfaat nyata bagi masyarakat.
Menurutnya, syahwat bukan hanya berkaitan dengan hasrat biologis, tetapi juga ambisi, keinginan, dan dorongan untuk memiliki atau mencapai sesuatu. Sementara amarah, jika tidak dikendalikan, bisa menjadi ledakan destruktif. Namun, jika dikawal dengan ilmu dan kebijaksanaan, amarah bisa menjelma menjadi semangat perubahan dan keberanian dalam membela kebenaran.
“Ilmu adalah kendali. Tanpa ilmu, syahwat akan mendorong kita pada kerakusan. Tanpa ilmu, amarah akan melahirkan kebencian. Tapi dengan ilmu, keduanya menjadi kekuatan untuk berkarya dan membangun peradaban,” ucapnya tegas.
Dalam kesempatan tersebut, Dr. Faisol juga menekankan bahwa lulusan Fakultas Humaniora memiliki tanggung jawab lebih dalam memaknai dan menjalankan nilai-nilai kemanusiaan. Dengan latar keilmuan yang berakar pada kebudayaan, bahasa, dan filsafat, para sarjana Humaniora diminta untuk tidak hanya mengejar kesuksesan individu, tetapi juga turut berperan dalam membentuk masyarakat yang lebih beradab.
“Keberhasilan bukan hanya tentang prestasi pribadi, tapi tentang seberapa besar kontribusi kita terhadap kebaikan bersama. Manusia yang berhasil adalah manusia yang mampu menyeimbangkan potensi dirinya, dan menjadikannya alat untuk menyebarkan manfaat,” ujarnya menutup sambutan.
Yudisium bukanlah akhir dari sebuah perjalanan, melainkan titik awal untuk langkah baru di tengah masyarakat. Pesan moral yang disampaikan oleh Dekan Fakultas Humaniora tersebut menjadi pengingat bahwa kualitas intelektual harus selaras dengan kedewasaan emosional dan kematangan spiritual.
Dengan membawa bekal ilmu, kemampuan mengelola syahwat dan amarah, serta semangat untuk terus belajar dan berkontribusi, para lulusan diharapkan mampu menapaki dunia pasca-kampus dengan kepercayaan diri dan tanggung jawab yang tinggi.
Prosesi yudisium pun ditutup dengan istighosah bersama, membalut kebahagiaan akademik dengan harapan spiritual agar langkah para lulusan diberkahi dan membawa kemaslahatan. Fakultas Humaniora kembali melepas generasi baru sarjana yang siap menjadi penjaga nilai dan pembangun peradaban. (al)