HUMANIORA – (11/6/2025) Dialog memegang peran sentral dalam membentuk dan mengonstruksi kembali pemahaman tentang identitas, bahasa, dan kekuasaan, terutama dalam ranah pendidikan dan penelitian. Hal itu disampaikan Dr. Ching-Ching Lin dari Adelphi University, New York, Amerika Serikat dalam International Scholar’s Engagement (ISE), Rabu, 11 Juni 2025. Dalam kesempatan tersebut, Dr. Lin menekankan bahwa dialog bukan sekadar sarana komunikasi, melainkan sebagai proses sosial yang dinamis yang memungkinkan lahirnya kesadaran kritis terhadap keberagaman latar belakang, pengalaman, serta posisi sosial individu dalam ruang akademik.
Baca juga:
- Humaniora International Scholar Engagement 2025, Resmi Digelar, Hadirkan Pakar Linguistik dari Adelphi University
- Dekan Humaniora Soroti Urgensi Dialog dalam Ilmu Pengetahuan pada Pembukaan International Scholar’s Engagement 2025
Dr. Lin mengurai bahwa faktor-faktor sosial budaya memiliki pengaruh besar dalam membentuk cara kita berdialog—siapa yang diberi ruang untuk berbicara, bagaimana bahasa digunakan, serta bagaimana kekuasaan dinegosiasikan dalam proses pendidikan. Dengan pendekatan yang holistik, ia mengajak mahasiswa untuk melihat dialog sebagai alat transformasi sosial, bukan sekadar pertukaran informasi.
Lebih jauh, ia menyoroti peran penting dialog dalam penelitian kualitatif, khususnya dalam mengangkat suara kelompok-kelompok yang selama ini terpinggirkan. Melalui dialog, peneliti tidak hanya menjadi pengamat, tetapi juga mitra reflektif dalam menggali makna dari pengalaman sosial narasumber. Ia juga membagikan pelajaran-pelajaran penting dari studi kasus global yang terdapat dalam buku kolaboratifnya, yang memperlihatkan bagaimana dialog mampu membuka ruang baru dalam memahami identitas dan relasi kuasa di berbagai konteks multibahasa dan multikultural.
Paparan Dr. Lin memberikan pemahaman mendalam bagi mahasiswa bahwa pendidikan tidak cukup hanya mengedepankan transfer pengetahuan, tetapi juga perlu menciptakan ruang dialogis yang setara, inklusif, dan reflektif. Materi yang disampaikan pun terasa relevan dengan dinamika global saat ini, di mana isu identitas, bahasa, dan kekuasaan semakin kompleks dan menuntut pendekatan yang lebih humanistik serta berkeadilan.
Dr. Lin juga menekankan pentingnya dialog dalam riset kualitatif, serta membagikan sejumlah pelajaran penting yang ia peroleh dari studi kasus para kontributor global. Ia turut memperkenalkan buku kolaboratifnya yang berjudul “Reimagining Dialogue on Identity, Language, and Power”, yang ia sunting bersama Dr. Clara Bauler dan diterbitkan pada tahun 2023. Buku ini terdiri dari 14 bab yang ditulis oleh kontributor dari berbagai belahan dunia dan membahas topik multilingualisme, faktor sosiokultural, dan berbagai studi kasus yang relevan, termasuk dari dosen Fakultas Humaniora, Dr. M. Faisol dan Ribut Wahyudi, Ph.D. Buku tersebut juga mendapat pengantar dari pakar terkemuka, Dr. Suresh Canagarajah. (al)