HUMANIORA (6/3/2025) – Ketika berbicara tentang puasa, sebagian besar umat Islam mungkin hanya mengenal istilah Shiyam sebagai rujukan. Namun, dalam kajian bahasa Arab, ternyata ada dua istilah yang memiliki perbedaan makna mendalam: Shouman dan Shiyaman. Topik ini menjadi sorotan utama dalam podcast bersama Dr. Halimi Zuhdy, M.Pd.I., seorang ahli bahasa dan sastra Arab dari UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Shouman vs. Shiyaman: Apa Bedanya?
Menurut Ustadz Halimi, meskipun kedua istilah ini memiliki akar kata yang sama, yaitu Sha-wa-ma (ص-و-م), terdapat perbedaan makna yang cukup signifikan.
- Shouman (صَوْمًا)
Shouman lebih merujuk pada aspek fisik dari puasa, yaitu menahan diri dari hal-hal yang membatalkan seperti makan, minum, dan hubungan suami istri. Istilah ini digunakan dalam Al-Qur'an pada QS. Maryam ayat 26 ketika Sayyidah Maryam berkata bahwa ia bernazar untuk berpuasa (tidak berbicara). Ini menunjukkan bahwa Shouman memiliki fokus pada penahanan diri secara fisik. - Shiyaman (صِيَامًا)
Sementara itu, Shiyaman memiliki makna yang lebih luas. Selain mencakup menahan diri dari makan dan minum, istilah ini juga meliputi pengekangan dari perkataan dan perbuatan tercela. Al-Qur'an menggunakan kata ini pada QS. Al-Baqarah ayat 183 untuk menunjukkan kewajiban puasa bagi umat Islam. Dengan demikian, Shiyaman bukan hanya soal menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menjaga sikap dan tutur kata.
Makna Filosofis di Balik Shouman dan Shiyaman
Perbedaan ini memiliki makna filosofis yang dalam. Shouman menggambarkan pengendalian diri pada aspek fisik, sementara Shiyaman mencerminkan pengendalian diri secara holistik, baik fisik maupun spiritual. Ustadz Halimi menjelaskan bahwa memahami perbedaan ini penting agar umat Islam tidak hanya berfokus pada aspek lahiriah dari puasa, tetapi juga aspek batiniah yang memperkuat hubungan dengan Allah.
Dari penjelasan Ustadz Halimi, terlihat bahwa puasa bukan sekadar ritual fisik tetapi juga latihan spiritual. Perbedaan antara Shouman dan Shiyaman mengingatkan kita untuk menjadikan puasa sebagai momen memperbaiki diri secara menyeluruh. Dengan memahami kedua istilah ini, diharapkan umat Islam dapat menjalani puasa Ramadhan dengan lebih bermakna dan berkualitas.
Semoga penjelasan ini bisa memperkaya wawasan kita tentang puasa dan membantu kita menjadi pribadi yang lebih baik di bulan suci Ramadhan. [mum/alv]