NGAWI – (9/7/2025) Di tengah arus deras perubahan zaman, seni tetap menjadi medium yang tak tergantikan dalam menyampaikan pesan-pesan kebaikan dan nilai-nilai kehidupan. Inilah yang tergambar dalam Pagelaran Karya Seni Akbar MAHASENA 2025, sebuah perhelatan satu hari satu malam yang digelar di Lapangan Pondok Modern Nurussalam Grojogan, Kabupaten Ngawi, pada Rabu, 9 Juli 2025.
Acara yang menyedot ribuan penonton ini menjadi lebih istimewa karena dirancang sebagai panggung dakwah yang adaptif, menyinergikan seni lokal dan global dalam satu tarikan napas spiritual dan kultural. Salah satu sosok alumni Fakultas Humaniora UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Rizki Dea Pambudi (angkatan 2019), yang kini mengabdikan dirinya di pesantren, tampil sebagai salah satu motor penggerak kegiatan ini. Kiprah ini menunjukkan bagaimana nilai-nilai humaniora terus hidup dan bertumbuh, tidak hanya di kampus, tetapi juga di tengah-tengah masyarakat.
Pagelaran dimulai sejak siang hari dengan sajian Reog Ponorogo, yang langsung menyedot perhatian publik. Ribuan penonton membanjiri area lapangan. Menurut Gatut Setyawan (28), jumlah penonton yang hadir pada siang hari mencapai 2.000 orang. “Antusiasme penonton sangat luar biasa. Mereka datang bukan sekadar menonton, tapi ikut larut dalam semangat yang dibawa acara ini,” tuturnya.
Memasuki malam hari, suasana semakin khidmat sekaligus semarak. Malam puncak MAHASENA 2025 menghadirkan aneka pentas seni dari para santri: tarian penuh makna, pertunjukan musik Islami, hingga suguhan komedi edukatif. Setiap penampilan dirancang bukan semata sebagai hiburan, tetapi sebagai medium dakwah dan penyampai pesan-pesan moral.
Acara dibuka secara resmi oleh KH. Faruq, Wakil Ketua PCNU Ngawi, yang dalam sambutannya menyampaikan rasa bangga dan harunya atas dedikasi para santri. “Kami terkesan dan bangga kepada santri-santri Nurussalam. Di tengah perkembangan zaman yang begitu cepat, mereka bukan hanya mampu beradaptasi, tetapi juga berkontribusi aktif dalam dunia pendidikan dan dakwah melalui seni,” ujar KH Faruq.
MAHASENA, sebagaimana dijelaskan oleh ketua pelaksana Nur Hidayat (25), merupakan akronim dari dua kata: maha berarti besar, dan sena yang bermakna kekuatan. “Di tengah dinamika yang kian sulit, kami berharap MAHASENA menjadi penyuntik kekuatan dakwah kami di masyarakat. Dengan karunia Allah yang Maha Kuat, semoga kami tetap teguh menjaga nilai-nilai Islam dan peradaban pendidikan,” ucapnya.
Sebanyak 50 peserta terlibat dalam penyelenggaraan acara ini, sebagian besar adalah santri yang juga aktif di bidang seni dan literasi. Bagi mereka, MAHASENA bukan sekadar agenda tahunan, tetapi sebuah bentuk komitmen untuk merawat nilai-nilai kehidupan dan menjaga peradaban Islam modern melalui pendekatan yang lebih humanis dan kontekstual.
Keberhasilan MAHASENA 2025 bukan hanya terlihat dari antusiasme penonton langsung, tetapi juga dari banyaknya masyarakat yang mengikuti lewat siaran live streaming. “Tak sedikit penonton yang bertanya apa sebenarnya makna MAHASENA. Ini membuktikan bahwa masyarakat haus akan karya dakwah yang inspiratif dan menyentuh,” tambah Nur Hidayat.
Dalam pernyataan penutupnya, Gus Rizki Dea Pambudi, Pimpinan Pondok Modern Nurussalam sekaligus perintis MAHASENA, menyampaikan harapannya agar MAHASENA terus berkembang menjadi agenda besar tahunan yang tidak hanya memberi manfaat bagi santri dan pondok, tetapi juga bagi masyarakat luas.
“Selain sebagai sarana pendidikan, MAHASENA adalah bukti nyata bahwa kami ingin mewariskan ide, gagasan, bi’ah (lingkungan), bahkan nilai-nilai kehidupan. Dengan izin Allah, MAHASENA akan terus menjadi panggung peradaban,” ujar Gus Rizki.
Pagelaran ini menjadi bukti bahwa nilai-nilai yang ditanamkan di Fakultas Humaniora—seperti komunikasi, budaya, literasi, dan tanggung jawab sosial—tidak berhenti di ruang kuliah. Alumni fakultas ini telah membuktikan bahwa mereka bisa menjadi aktor penting dalam pengembangan masyarakat melalui pendekatan yang kreatif, adaptif, dan inspiratif. (al)