HUMANIORA – (6/1/2025) Sebuah studi terbaru menyoroti peran penting pendidikan pesantren dalam membentuk sikap toleransi beragama di kalangan mahasiswa universitas Islam di Indonesia. Pesantren, sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional, menawarkan pengalaman belajar yang menekankan perkembangan moral, sosial, dan keagamaan, yang membedakannya dari pendidikan formal pada umumnya.
Baca juga:
- Mahasiswa Humaniora Raih Medali Emas Kejurnas Kickboxing Nasional
- PMPZI 2024 Humaniora Resmi Disubmit Rektor UIN Malang
Penelitian ini dilakukan pada pertengahan tahun 2023 dan melibatkan 1.004 mahasiswa dari tiga universitas Islam di Indonesia. Dengan menggunakan survei dan analisis statistik Welch’s t-test, studi ini mengeksplorasi dimensi utama toleransi beragama, terutama dalam membandingkan mahasiswa yang pernah mengikuti pendidikan pesantren dengan mereka yang tidak.
Welch’s t-test dipilih karena kemampuannya menangani varians yang tidak setara di antara kelompok yang dibandingkan. Metode ini memungkinkan analisis yang lebih akurat terhadap tingkat toleransi beragama, khususnya dalam melihat perbedaan antara mahasiswa dengan latar belakang pesantren dan non-pesantren.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa yang memiliki pengalaman belajar di pesantren memiliki tingkat toleransi antaragama yang lebih tinggi. Mereka cenderung lebih menghargai praktik keagamaan yang berbeda dan memiliki sikap yang lebih terbuka terhadap perbedaan.
Temuan ini menegaskan bahwa pesantren memainkan peran penting dalam menumbuhkan sikap saling menghormati dan keterbukaan terhadap keragaman agama, yang berdampak positif di lingkungan akademik universitas Islam. Pesantren dianggap mampu menciptakan suasana pembelajaran yang inklusif dan mendorong dialog antaragama.
Selain itu, studi ini memberikan rekomendasi praktis bagi institusi pendidikan Islam untuk mengintegrasikan dialog lintas agama dalam kurikulum mereka. Kebijakan yang mendukung kohesi sosial dan mendorong harmoni dalam masyarakat multikultural Indonesia juga diusulkan sebagai langkah strategis ke depan.
Penelitian ini juga mengadopsi teori identitas sosial (Social Identity Theory) untuk menjelaskan bagaimana pembentukan identitas keagamaan di lingkungan pesantren berkontribusi pada toleransi yang lebih luas dan harmoni sosial. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan pesantren tidak hanya berperan dalam pengajaran agama, tetapi juga dalam membangun hubungan sosial yang kuat di masyarakat.
Bagi para pendidik dan pembuat kebijakan, temuan ini memiliki implikasi besar dalam menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif dan toleran. Pendidikan pesantren, yang selama ini dikenal sebagai pusat pembelajaran agama, dapat menjadi model dalam mendukung kerukunan dan kebhinekaan di Indonesia.
Studi ini menegaskan kembali relevansi pesantren dalam kehidupan akademik modern. Pesantren bukan hanya benteng pendidikan agama, tetapi juga fondasi kuat bagi pembangunan karakter mahasiswa yang toleran dan berwawasan luas.
Melalui integrasi pendidikan toleransi dalam kurikulum Islam, pesantren dan universitas diharapkan mampu berkontribusi lebih jauh dalam membentuk generasi muda yang siap menghadapi tantangan keberagaman di Indonesia dan dunia.
Edisi artikel dari penelitian tersebut telah dimuat dalam Journal of Al-Tamaddun Vol. 19 No. 2 (2024), sebuah jurnal bereputasi internasional yang terindek Scopus, dan ditulis secara kolaboratif oleh Muhammad Edy Thoyib (Fakultas Humaniora Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Indonesia), Agwin Degaf (Fakultas Humaniora Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Indonesia), Anton Abdul Fatah (KU Leuven, Belgium), dan Miftahul Huda (University of Antwerp, Belgium). [aii]